Medan, 9 November 2025 – Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan menjadi korban kejahatan di ruang digital. Menurut laporan National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2024, terdapat sebanyak 5.566.015 konten kasus pornografi anak di Indonesia selama periode 2021–2024.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 89 persen anak berusia lima tahun ke atas telah menggunakan internet, sebagian besar di antaranya untuk mengakses media sosial. Kondisi ini menjadikan anak-anak semakin berisiko terhadap paparan konten negatif.
Sebagai langkah perlindungan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS). Regulasi ini mengatur kewajiban dan sanksi bagi platform digital untuk menerapkan verifikasi usia terhadap penggunanya.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa PP TUNAS merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam melindungi anak-anak dari kejahatan digital, meskipun sempat mendapat penolakan dari beberapa platform digital.
“Bagi perusahaan-perusahaan ini kita adalah pasar, karena itu tentu ada reaksi ketika pasarnya dipotong. Tapi alhamdulillah karena kepemimpinan Bapak Presiden yang teguh, beliau menyampaikan bahwa ini memang sudah harus jalan seperti itu, kita harus melindungi anak-anak kita,” ujar Meutya saat menyampaikan Orasi Ilmiah dalam Dies Natalis ke-45 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) di Kota Medan, Sabtu (8/11/2025).
Meutya mengungkapkan, Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan regulasi penundaan akses anak terhadap platform digital. Saat ini, pemerintah juga tengah menyusun sistem untuk memastikan penerapan sanksi tegas terhadap platform digital yang melanggar aturan.
“Saat ini kita masih punya waktu untuk melakukan perbaikan sistem untuk nanti kita akan betul-betul terapkan sanksi. Sanksi ini dikenakan terhadap platform, bukan kepada ibu, bukan kepada anak,” tegasnya.
Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) juga terus bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam memberikan edukasi kepada orang tua dan anak tentang cara melindungi diri serta keluarga di ruang digital.
Meutya meyakini bahwa berbagai upaya ini akan melahirkan generasi muda Indonesia yang cerdas, bertoleransi, dan beretika.
Dalam kegiatan tersebut, Menkomdigi Meutya Hafid didampingi oleh Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Fifi Aleyda Yahya. Turut hadir Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi, Rektor Universitas Sumatera Utara Muryanto Amin, Wakil Bupati Serdang Bedagai Adlin Umar Yusri Tambunan, Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Sulaiman Harahap, serta segenap sivitas akademika Universitas Sumatera Utara. ***










