JAKARTA — Tim Penuntut Umum dari Direktorat Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung RI melakukan penyitaan terhadap uang sebesar Rp.11.880.351.802.619 terkait perkara tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya dalam industri kelapa sawit tahun 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangannya menyampaikan bahwa perkara tersebut melibatkan lima Terdakwa Korporasi, yakni PT MNA, PT MNS, PT SAP, PT WBI, dan PT WNI.
“Adapun perkara tersebut melibatkan 5 (lima) Terdakwa Korporasi,” ujar Harli, “yaitu PT MNA, PT MNS, PT SAP, PT WBI, dan PT WNI.”
Ia menjelaskan bahwa para terdakwa korporasi tersebut masing-masing didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Seperti diketahui, kelima terdakwa telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) oleh Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menyikapi hal tersebut, Penuntut Umum kemudian melakukan upaya hukum kasasi, dan hingga kini perkara tersebut masih dalam tahap pemeriksaan kasasi.
“Bahwa dalam perkembangannya, kelima Terdakwa Korporasi tersebut pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025 mengembalikan uang sejumlah kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp.11.880.351.802.619 pada Rekening Penampungan Lainnya (RPL) JAM PIDSUS pada Bank Mandiri,” ungkap Harli.
Penyitaan terhadap uang tersebut dilakukan berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tanggal 4 Juni 2025. Penyitaan ini dilakukan pada tingkat penuntutan dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf a jo. Pasal 38 ayat (1) KUHAP, untuk kepentingan pemeriksaan kasasi.
Setelah penyitaan dilakukan, Tim Penuntut Umum juga mengajukan tambahan memori kasasi yang memasukkan uang yang telah disita tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi, agar menjadi bahan pertimbangan oleh Hakim Agung.
“Tim Penuntut Umum mengajukan tambahan memori kasasi yaitu memasukkan uang yang telah disita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi,” jelas Harli, “guna menjadi bahan pertimbangan oleh Hakim Agung yang memeriksa kasasi, khususnya terkait sejumlah uang tersebut dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi dari para Terdakwa Korporasi tersebut.”
Berdasarkan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta kajian dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), total kerugian negara dari perkara ini mencapai Rp11,88 triliun, yang mencakup kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara.