Rabu, 12 Maret 2025 11:20 WIB
BerandaBerita UtamaKetua DWP Banten Dorong Pencegahan Perundungan demi Kesehatan Mental Generasi Emas 2045

Ketua DWP Banten Dorong Pencegahan Perundungan demi Kesehatan Mental Generasi Emas 2045

- Advertisement -

BANTEN – Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Banten, Tine Al Muktabar, membuka webinar untuk memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 4 Oktober 2024. Webinar ini membahas optimalisasi peran DWP sebagai mitra strategis pemerintah dalam menciptakan pendidikan di Indonesia yang bebas dari kekerasan, dengan tema ‘Perundungan dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental.’ Kegiatan ini berlangsung secara virtual pada Sabtu, 28 September 2024.

Dalam sambutannya, Tine Al Muktabar menekankan bahwa perundungan adalah isu serius yang memerlukan perhatian. Ia menjelaskan bahwa perundungan adalah tindakan yang disengaja untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik, verbal, maupun sosial. Menurut riset, sekitar 14 persen anak-anak menjadi korban perundungan.

Tine menambahkan bahwa DWP Provinsi Banten melibatkan peran perempuan sebagai ujung tombak dalam keluarga pada kegiatan ini. Selain itu, unsur masyarakat, kader PKK, kader Posyandu, serta guru-guru PAUD hingga SMK juga ikut dilibatkan.

“Kita semua di sini memiliki niat yang sama untuk mencegah perundungan, mengingat dampaknya sangat luar biasa,” ujar Tine.

Ia menjelaskan bahwa perundungan berdampak besar pada kesehatan mental. “Ini sangat mengkhawatirkan, terutama karena kita sedang mempersiapkan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.

Tine menekankan pentingnya kesehatan mental generasi mendatang, serta kekhawatirannya jika generasi penerus tidak memiliki kesehatan mental dan karakter yang baik, atau sumber daya manusia yang unggul akibat perundungan.

“Mudah-mudahan kita semua bisa bersinergi dalam mencegah perundungan dan menjaga kesehatan mental anak-anak di Provinsi Banten, sehingga mereka bisa menjadi generasi yang unggul dan mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.

Webinar ini menghadirkan Pakar Psikologi dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, dan diikuti oleh berbagai organisasi wanita dan pendidikan di Provinsi Banten.

Dalam pemaparannya, Rose Mini menjelaskan bahwa perundungan adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang kali untuk menyerang target atau korban.

“Penyebab perundungan beragam, mulai dari pola asuh, pengaruh teman sebaya, media sosial, game, hingga faktor psikologis,” kata Rose Mini.

Ia menekankan pentingnya orang tua dan tenaga pendidik untuk memahami bahaya perundungan dan dampaknya terhadap perkembangan anak.

Rose juga menjelaskan beberapa karakteristik pelaku perundungan, seperti kecenderungan mendominasi orang lain, sering memaksakan kehendak, sifat pemarah, kurang empati, serta kemungkinan pernah menjadi korban perundungan sendiri.

“Perundungan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, mulai dari lingkungan kecil hingga besar. Orang tua sering kali tidak menyadari bahwa tindakan mereka bisa membully anak, sehingga penting bagi orang tua untuk memahami dampak perundungan,” lanjutnya.

Rose juga membahas dampak negatif perundungan terhadap kesehatan mental, baik bagi korban maupun pelaku.

“Oleh karena itu, orang tua harus membekali anak-anak dengan rasa percaya diri dan kemampuan asertif untuk menyampaikan ketidaknyamanan secara baik. Anak-anak juga harus diajarkan keterampilan sosial,” tambahnya.

Bagi guru dan sekolah, Rose menyarankan untuk menerapkan aturan tegas, mengajarkan keberanian dan kerja sama, mensosialisasikan dampak buruk perundungan, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman.

Rose juga menguraikan cara menangani pelaku perundungan, seperti berbicara dengan anak tentang perilaku mereka, mengajarkan empati, mencari penyebab tindakan mereka, serta memberikan bantuan tanpa menghakimi.

Untuk korban perundungan, Rose menyarankan untuk membantu anak mengatasi ketidaknyamanan, membangun rasa percaya diri, memantau perilaku dan emosi anak, serta meminta bantuan dari guru atau profesional.

Sebagai langkah pencegahan, Rose menyarankan agar orang tua memperhatikan lingkungan anak, mengawasi penggunaan media, serta membekali anak dengan keterampilan untuk melindungi diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis.

“Anak-anak harus diajari untuk menghadapi situasi tidak menyenangkan, dan tahu kemana harus melapor serta meminta bantuan jika mengalami kekerasan, terutama jika tindakan tersebut tidak dapat diatasi sendiri,” tutupnya. (*)

(red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

BERITA TERKINI

- Advertisment -