SERANG – Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar, menyatakan bahwa dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diajukan oleh DPRD sangat penting untuk segera dibahas. Kedua Raperda tersebut adalah tentang pengelolaan limbah B3 dan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
Al Muktabar mengungkapkan hal tersebut setelah memberikan tanggapan Gubernur Banten terhadap dua Raperda tersebut dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Banten di Serang, Rabu (17/7/2024).
Ia menegaskan bahwa Raperda pengelolaan limbah B3 perlu disusun sesuai dengan kondisi lokal. Menurutnya, setiap provinsi memiliki karakteristik, industri, dan tantangan lingkungan yang berbeda. “Dengan adanya Perda ini nantinya dapat disesuaikan dengan kondisi lokal di Provinsi Banten, sehingga lebih efektif dalam menangani masalah limbah B3,” kata Al Muktabar.
Ia juga menambahkan bahwa Raperda ini akan memudahkan pengawasan dan penegakan aturan, serta kerja sama antar kabupaten/kota di Banten dalam pengelolaan limbah B3. Selain itu, Raperda ini akan membantu dalam program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan industri terkait bahaya limbah B3 serta pentingnya pengelolaannya yang baik.
Lebih lanjut, Raperda ini akan mengatur pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengelolaan limbah B3, serta mekanisme pendanaan dan insentif kepada industri yang berpartisipasi aktif dalam pengelolaan limbah yang baik. “Dengan memperhatikan peraturan dan kondisi industri serta rumah sakit di Provinsi Banten, kami mendukung penyusunan Raperda pengelolaan limbah B3 ini,” jelasnya.
Al Muktabar juga menjelaskan bahwa limbah B3 di Provinsi Banten sebagian besar berasal dari industri dan rumah sakit. “Keberadaan industri dan fasilitas kesehatan di Provinsi Banten berpotensi menghasilkan limbah B3 dalam proses produksi atau kegiatan penunjang lainnya,” tambahnya.
Terkait Raperda perlindungan perempuan dan anak, Al Muktabar menjelaskan bahwa Raperda ini merupakan revisi dari Perda Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2014. Ia setuju bahwa perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan substansi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan, terutama yang berkaitan dengan landasan yuridis dan substansi yang diatur.
Ia juga menyebut bahwa saat Perda Nomor 9 Tahun 2014 dibentuk, belum ada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Perubahan ini mendukung komitmen untuk melaksanakan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak dan perlindungan perempuan dan anak secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan, guna mewujudkan Provinsi layak anak.
Dalam upaya perlindungan perempuan dan anak, Pemprov Banten telah berkomitmen meningkatkan perlindungan melalui peningkatan indeks perlindungan anak (IPA) yang pada tahun 2022 mencapai 64,33%, Indeks Perlindungan Hak Anak (IPHA) sebesar 61,53%, dan Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA) sebesar 77,93%. “Atas hal itu, Provinsi Banten telah memperoleh penghargaan Provinsi layak anak sebanyak empat kali berturut-turut dari tahun 2019 hingga 2023,” tutupnya. (*)
Editor: Herfa