TANGERANG – Siapa sangka, di balik hiruk pikuk kawasan industri modern Batuceper, tersimpan kisah panjang tentang sejarah, alam, dan tradisi agraris yang membentuk identitasnya. Batuceper bukan sekadar nama kelurahan atau kecamatan, melainkan saksi bisu perjalanan Tangerang dari masa kolonial hingga kini.
Dalam bukunya “Melacak Asal Muasal Kampung di Kota Tangerang”, Burhanudin menjelaskan bahwa nama Batuceper berawal dari kondisi geografis dan jenis batuan khas di wilayah tersebut.
“Batuceper berasal dari jenis batuan di sini. Tipe batunya ceper (rata) karena terbentuk dalam proses yang panjang dan tahunan. Pasalnya, daerah ini sering menjadi aliran air saat Sungai Cisadane meluap. Maka dari itu, aliran banjir lama kelamaan membentuk batu menjadi ceper,” ucapnya.
Penamaan Batuceper tak lepas dari letaknya yang berada di tepi sungai. Berdasarkan keterangan para narasumber, wilayah ini dahulu kerap kebanjiran, dengan tanah yang memiliki turunan dari dataran tinggi ke rendah — menciptakan lanskap khas yang kemudian menginspirasi penamaannya.
Tak hanya dikenal karena topografinya, Batuceper pada masa lalu juga merupakan kawasan persawahan luas yang membentang hingga wilayah yang kini menjadi Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Luasnya area pertanian itu bahkan menjadikan Batuceper tujuan utama masyarakat dari kampung sekitar seperti Ciledug, Pinang, dan Kunciran untuk mengikuti tradisi derep atau panen padi bersama.
“Karena memiliki sejarah yang panjang, Batuceper diabadikan tidak saja menjadi nama kelurahan, tetapi juga menjadi nama kecamatan. Semakin penting lagi bahwa pusat kegiatan pemerintahan kecamatan berada di Kelurahan Batuceper,” ungkapnya.***










