Tanjungpinang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau melalui Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus menerima pengembalian kerugian keuangan negara sebesar $272.497 dari Abdul Chair Husain, selaku Direktur Utama PT Bias Delta Pratama (BDP), dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada pelabuhan sewilayah Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2015 hingga 2021, Selasa (14/10/2025).
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Badan Pengelolaan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau Nomor: PE.03.03/LHP-355/PW28/5/2024 tanggal 17 September 2024, terdapat kerugian keuangan negara khusus untuk PT Bias Delta Pratama sebesar $272.497 (dua ratus tujuh puluh dua ribu empat ratus sembilan puluh tujuh dolar Amerika).
Dana tersebut diserahkan langsung oleh Abdul Chair Husain kepada Tim Penyidik yang dipimpin oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Mukharom, S.H., M.H., didampingi Kasi Penyidikan dan Tim Penyidik, di Gedung Pidsus Kejati Kepri. Selanjutnya, uang tersebut telah dilakukan penyitaan dan dititipkan di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Cabang Tanjungpinang KCP Pamedan, melalui rekening atas nama Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
Diketahui, PT Bias Delta Pratama merupakan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang sejak tahun 2015 hingga 2021 melaksanakan kegiatan pemanduan dan penundaan kapal tanpa adanya Kerja Sama Operasional (KSO) dengan BP Batam di wilayah perairan Kabil dan Batu Ampar. Dari tahun 2015 hingga 2018, PT Bias Delta Pratama menjalankan kegiatan tersebut tanpa dasar hukum yang sah, sehingga BP Batam tidak memperoleh bagi hasil yang sesuai dari kegiatan pemanduan dan penundaan kapal yang dilakukan secara ilegal.
Perusahaan tersebut hanya memiliki dasar kerja sama berdasarkan Perka Nomor 16 Tahun 2012, yang mengatur persentase 20% untuk kapal tunda. Namun, kegiatan pemanduan kapal seharusnya didasari oleh perjanjian kerja sama resmi antara penyedia (BUP) dan BP Batam. Dalam perkara ini, tidak terdapat dasar hukum yang sah terkait perjanjian kerja sama tersebut, sehingga PT Bias Delta Pratama tidak menyetorkan PNBP berupa bagi hasil sebesar 20% dari pendapatan jasa pemanduan dan penundaan kepada BP Batam.
Terkait langkah pengembalian kerugian keuangan negara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, J. Devy Sudarso, menegaskan bahwa pengembalian uang hasil korupsi merupakan langkah penting untuk memulihkan keuangan negara, namun tidak menghapuskan pidana bagi pelaku.
“Konsentrasi penegakan hukum tidak hanya fokus dalam menyelesaikan perkara dengan memenjarakan para pelaku, tetapi juga sangat penting untuk pemulihan kerugian keuangan negara yang pastinya memerlukan cara luar biasa,” tegas Kajati Kepri.
J. Devy Sudarso menambahkan, tindakan ini menjadi bagian dari komitmen Kejaksaan untuk memastikan hasil tindak pidana korupsi dikembalikan ke kas negara, tanpa mengurangi proses hukum yang sedang berjalan terhadap para pelaku.