Ngerasa ga sih kalian kalau di zaman sekarang kopi udah jadi “teman hidup” anak muda. Mulai dari nugas, meeting santai, sampai healing bareng teman, semuanya nggak jauh-jauh dari coffee shop. Tapi pernah kepikiran nggak, setiap kali kita nikmatin satu gelas kopi, ada sisa ampas yang langsung dibuang?
Nah, ternyata si serbuk hitam sisa seduhan itu nggak cuma sampah, tapi bisa disulap jadi pupuk organik yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi tinggi. Jadi, bukan cuma kita yang “ngopi biar produktif,” tapi ampasnya juga bisa “kerja” buat bumi.
Menurut penelitian Muhammad Maulana Ilham dan tim dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (2023), ampas kopi mengandung 2,28% nitrogen, 0,06% fosfor, dan 0,6% kalium tiga unsur hara utama yang sangat dibutuhkan tanaman untuk tumbuh subur. Dengan kadar pH sekitar 6,2, bahan ini tergolong ideal untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah kesuburan lahan pertanian.
Bayangkan, setiap hari ribuan kedai kopi di Indonesia menghasilkan berton-ton ampas kopi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal, cukup dengan dijemur hingga kering dan ditaburkan di atas tanah, limbah ini bisa berubah menjadi pupuk organik yang menyuburkan tanaman tanpa bahan kimia sintetis. Prosesnya sederhana, hasilnya nyata: tanah menjadi lebih hidup, bunga tampak lebih cerah, dan bumi mendapat “napas” baru.
Inovasi daur ulang ampas kopi ini bukan hanya soal mengurangi limbah, tapi juga tentang menciptakan siklus keberlanjutan yang saling menguntungkan antara manusia dan alam. Dari
secangkir kopi yang kita nikmati setiap pagi, ternyata bisa tumbuh kehidupan baru di bumi membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil.
Jadi, mulai sekarang, yuk ubah cara pandang kita: ampas kopi bukan sampah, tapi benih kehidupan yang siap menumbuhkan masa depan hijau bagi planet kita.
Referensi
Ilham, M. M., Anggraini, D., Yofinaldi, S., dan Wirayuda, R. 2023. Pemanfaatan Limbah Ampas Kopi Menjadi Pupuk Organik. Jurnal Sains Teknologi dalam Pemberdayaan Masyarakat, 4(1), 9––14. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Penulis: Afifah Tsaana Ulya, Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa