Pemerintah Indonesia semakin serius memperkuat sektor agroindustri sebagai langkah strategis dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan dan kemandirian pangan nasional. Transformasi ini dinilai penting untuk mengatasi berbagai tantangan yang selama ini membayangi dunia pertanian, mulai dari fluktuasi harga, ketergantungan pada bahan impor, hingga rendahnya nilai tambah produk hasil pertanian.
Komitmen pemerintah terhadap penguatan agroindustri terlihat melalui investasi besar yang dilakukan oleh perusahaan pelat merah Agrinas Pangan Nusantara. Perusahaan tersebut berencana menanamkan investasi sebesar Rp8 triliun hingga akhir tahun 2026 guna membangun 20 pusat produksi pangan (food production centres) di berbagai wilayah Indonesia.
Fasilitas tersebut akan dilengkapi dengan infrastruktur modern seperti pabrik penggilingan, silo penyimpanan, sistem pengeringan gabah, serta penerapan teknologi berbasis drone dan satelit untuk pemantauan lahan.
Salah satu pusat produksi terbesar saat ini tengah dibangun di lahan seluas 12.000 hektare di Baturaja, Sumatra Selatan. Proyek tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi beras nasional hingga ratusan ribu ton per tahun.
Langkah tersebut sejalan dengan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) yang terus mendorong transformasi sektor pertanian melalui hilirisasi dan modernisasi.
Menteri Pertanian menegaskan bahwa pembangunan pertanian tidak lagi cukup hanya berfokus pada produksi di lahan, tetapi juga harus diperluas hingga tahap pengolahan dan distribusi produk.
Pendekatan hilirisasi ini diharapkan mampu meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian serta memperluas lapangan kerja di daerah pedesaan. Dalam laporan resmi Kementan yang dikutip dari Antara News, dijelaskan bahwa hilirisasi pertanian merupakan kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi produsen bahan mentah, tetapi juga pemain kuat dalam industri pengolahan pangan.
Pemerintah juga menyiapkan skema investasi dan pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan sektor swasta dengan nilai mencapai Rp371,6 triliun untuk memperkuat rantai nilai industri pertanian.
Agroindustri sendiri menjadi tumpuan baru dalam membangun ekosistem pertanian yang tangguh dan berkelanjutan. Konsep ini menitikberatkan pada pengolahan hasil panen menjadi produk bernilai tambah tinggi, sehingga petani tidak hanya bergantung pada harga jual bahan mentah di pasar. Pada konteks global, penguatan agroindustri juga menjadi bagian dari strategi adaptasi terhadap perubahan iklim dan ketahanan pangan.
Dengan sistem yang terintegrasi, setiap tahapan mulai dari budidaya, pengolahan, hingga distribusi dapat dikelola secara efisien dan berkelanjutan. Jika diterapkan secara konsisten dan terukur, penguatan agroindustri diyakini mampu menjadi solusi cerdas untuk menghadapi tantangan pangan global di masa depan.
Sistem ini tidak hanya memperkuat daya saing produk pertanian nasional, tetapi juga mendukung transisi menuju ekonomi hijau yang lebih ramah lingkungan. Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat agroindustri di kawasan Asia Tenggara, dengan potensi lahan yang luas, kekayaan hayati melimpah, serta populasi usia produktif yang tinggi.
Beberapa bentuk nyata penerapan agroindustri berkelanjutan di Indonesia antara lain:
1. Pengolahan pascapanen berbasis desa
Di Jawa Timur, petani singkong kini mengembangkan produk olahan seperti tepung mocaf dan keripik dengan dukungan koperasi lokal.
2. Pemanfaatan limbah pertanian
Di Sumatra Utara, limbah kelapa sawit diolah menjadi pupuk organik dan biogas.
3. Digitalisasi rantai pasok
Dari adanya aplikasi berbasis AI, petani dapat mengatur jadwal tanam, memantau harga pasar, dan mengakses pembiayaan mikro.
Agroindustri memiliki dampak positif terhadap keberlanjutan lingkungan. Kegiatan agroindustri berbasis energi terbarukan berkontribusi pada penurunan emisi karbon hingga 22% per tahun.
Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Pengembangan agroindustri turut memperkuat posisi petani dalam rantai nilai. Petani tidak lagi hanya berperan sebagai produsen bahan mentah, tetapi juga sebagai pelaku industri yang memperoleh keuntungan dari produk bernilai tambah.
Kesimpulan
Agroindustri hadir sebagai solusi cerdas dan realistis bagi masa depan pertanian Indonesia. Sektor ini mampu menjawab tantangan pangan global sekaligus menciptakan lapangan kerja dan menjaga kelestarian lingkungan. Keberhasilan agroindustri bergantung pada kemauan bersama semua pihak untuk memastikan bahwa setiap tahap dari produksi hingga pengolahan dilakukan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan. Jika dikelola dengan baik, agroindustri bukan hanya masa depan pertanian Indonesia, tetapi juga pondasi kemandirian ekonomi bangsa.
Penulis: Renandini Putri Mahasiswa Teknologi Pangan dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa