Jakarta – Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, isu kesehatan mental semakin mencuat ke permukaan. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, 1 dari 8 orang di dunia mengalami gangguan mental, mulai dari kecemasan, depresi, hingga stres berkepanjangan.
Fenomena ini tidak mengenal usia maupun status sosial. Tekanan pekerjaan, masalah keluarga, hingga arus media sosial yang begitu deras menjadi pemicu utama. Ironisnya, masih banyak masyarakat yang menganggap kesehatan mental bukan masalah serius.
“Gangguan kesehatan mental sering kali tidak terlihat, tapi dampaknya bisa merusak kehidupan seseorang. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik,” jelas dr. Andini, seorang psikiater di Jakarta.
Para ahli juga menekankan bahwa gejala awal kesehatan mental yang terganggu sering kali diabaikan, seperti sulit tidur, mudah marah, kehilangan semangat, atau merasa hampa tanpa alasan jelas. Padahal, jika tidak ditangani, bisa berkembang menjadi depresi berat bahkan mendorong tindakan nekat.
Pemerintah dan berbagai komunitas kini mulai bergerak. Layanan konseling daring, kampanye peduli kesehatan mental di sekolah, hingga ruang curhat gratis terus digencarkan. Tujuannya, menghapus stigma bahwa mencari bantuan psikolog adalah tanda kelemahan.
“Justru meminta bantuan adalah bentuk keberanian. Sama seperti kita ke dokter saat sakit fisik, pergi ke psikolog atau psikiater juga bagian dari menjaga diri,” tambahnya.
Kesehatan mental bukan lagi hal tabu. Dengan kesadaran bersama, masyarakat diharapkan lebih peduli pada dirinya sendiri dan orang lain. Karena pada akhirnya, jiwa yang sehat adalah kunci hidup yang seimbang.