TANGERANG – Edukasi mengenai bahaya judi online menjadi kunci utama dalam memberantas praktik tercela ini di Indonesia. Ketua Relawan TIK Provinsi Banten sekaligus Trainer/Pandu Digital Madya Kemenkominfo RI, Ahmad Taufiq Jamaludin, mengungkap sejumlah dampak negatif dari judi online, di antaranya kecanduan, tindak pidana, depresi, kebangkrutan, dan kemiskinan. Judi online juga memicu masalah sosial dan kriminalitas, seperti pencurian dan pembunuhan, serta dianggap dosa dalam ajaran agama.
Menurut Ahmad Taufiq, meskipun Pemerintah Pusat terus berusaha menutup akun promotor judi online dan men-take down situs atau aplikasi judi, solusi ini tidaklah permanen. “Menutup satu situs judi online hanya membuat yang lain bermunculan. Kuncinya ada pada edukasi masyarakat. Jika masyarakat teredukasi, sebanyak apa pun situs judi online, mereka tidak akan terjerumus,” ujarnya dalam seminar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Persiapan Kabupaten Tangerang.
Seminar tersebut diadakan bekerja sama dengan Penggerak Millenial Indonesia (PMI) dan dihadiri oleh puluhan mahasiswa serta pelajar, yang diharapkan bisa menjadi agen pencegahan judi online di lingkungan mereka. Dalam presentasinya, Taufiq memaparkan data statistik yang mencemaskan terkait peningkatan judi online di Indonesia. Berdasarkan data dari PPATK Juni 2024, Provinsi Banten menduduki posisi ke-4 dengan 150.302 pemain judi online, dan peringkat ke-5 dalam jumlah transaksi senilai Rp 1,02 triliun.
Pemerintah saat ini sedang gencar memberantas judi online, yang disebut oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi sebagai “darurat judi online”. Pada Juni 2024, pemerintah membentuk Satgas Judi Online untuk menindak kasus ini. Dari 2018 hingga pertengahan 2023, Kominfo telah memblokir 846.047 situs judi online, dan sejak Budi Arie menjabat Menkominfo pada Juli 2023, lebih dari 11.000 konten judi online telah diblokir dalam satu minggu.
Data Kemenkominfo mencatat bahwa hingga 2024, jumlah pemain judi online di Indonesia mencapai 2,7 juta orang, dengan 80 persen berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Bahkan, profesi profesional hingga aparat penegak hukum dan anggota parlemen juga terjerat dalam lingkaran judi online. Berdasarkan data dari PPATK, perputaran uang dari judi online triwulan I tahun 2024 mencapai Rp 665 triliun, jumlah yang setara dengan pembangunan 1,5 Ibu Kota Negara (IKN) atau 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan.
Kondisi ini menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah meningkatnya jumlah pemain judi online dan membantu memulihkan para korbannya. Di sisi lain, Plt. Kepala Diskominfo Kabupaten Tangerang, Rudi Lesmana, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap maraknya judi online. Rudi berharap seluruh elemen masyarakat dapat bekerja sama dengan pemerintah dan penegak hukum dalam pencegahan, penindakan terhadap bandar dan promotor judi, serta pemulihan korban.
“Literasi digital di masyarakat harus terus ditingkatkan agar penyalahgunaan teknologi, seperti judi online, bisa dicegah. Penindakan adalah tugas aparat, namun kita sebagai masyarakat harus berperan aktif dalam menyebarkan edukasi ini dan membantu korban judi online untuk pulih dari dampak psikologisnya,” kata Rudi.
Sementara itu, Sintia Aulia Rahmah, Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang yang juga menjadi narasumber dalam seminar tersebut, menekankan pentingnya generasi muda untuk menjadi agen perubahan dalam menangani masalah judi online dari sudut pandang pendidikan dan kepemudaan. (*)
(red)