Pernah nggak sih kamu bertanya-tanya kenapa saus bisa kental sempurna, puding terasa lembut, atau roti punya tekstur empuk yang bikin nagih? Jawabannya ada pada satu komponen penting yang sering kita temui sehari-hari yaitu pati. Meski sering dianggap hanya sumber karbohidrat, sebenarnya pati punya peran besar dalam menciptakan cita rasa dan tekstur yang disukai banyak orang.
Pati adalah makro-konstituen yang sangat penting dalam banyak makanan dan merupakan karbohidrat penyimpanan utama pada tanaman, ditemukan dalam bentuk butiran semi-kristalin di organ penyimpanan seperti biji, umbi, dan akar. Polimer glukosa ini tersusun atas amilosa dan amilopektin, dan komposisi serta strukturnya sangat memengaruhi sifat dan fungsionalitasnya. Pati menyumbang 50–70% dari energi dalam makanan manusia, menyediakan sumber glukosa yang penting untuk energi metabolisme, terutama bagi otak dan sel darah merah. Selain sebagai sumber energi, pati juga memiliki sifat fungsional yang menjadikannya bahan baku penting dalam industri pangan dan gizi manusia.
Secara sederhana, pati adalah polisakarida yang tersusun dari molekul glukosa dan banyak terdapat pada bahan pangan seperti beras, jagung, singkong, dan kentang. Dalam industri makanan, pati berfungsi bukan hanya sebagai pengental, tapi juga penstabil, pengisi, dan pembentuk tekstur. Saat pati dipanaskan bersama air, granula pati akan menyerap air dan membengkak proses ini disebut gelatinisasi. Nah, proses inilah yang membuat saus jadi kental, bubur jadi lembut, dan roti punya tekstur empuk.
Struktur pati sangat bervariasi antar dan bahkan di dalam spesies botani, pati tidak hanya memiliki beragam sifat, tetapi juga menyebabkan masalah konsistensi dalam pemrosesan bahan baku. Amilosa, rantai glukosa yang sebagian besar tidak bercabang, dan amilopektin, polimer bercabang yang jauh lebih besar, adalah dua komponen utama yang membentuk pati. Kadar amilosa umumnya berkisar antara 20–30%, sementara amilopektin 70–80% dari total pati. Amilosa memengaruhi penataan amilopektin dalam struktur kristal dan lamela granula, yang penting untuk sifat penyerapan air. Sementara amilopektin, dengan arsitektur molekulernya yang kompleks, memengaruhi sifat termal dan pembentukan gel.
Di dalam makanan, pati berinteraksi secara kompleks dengan komponen lain, terutama air dan lemak. Sifat pati yang paling sering diukur dan dimanfaatkan dalam makanan melibatkan proses pemanasan dengan air, yang dikenal sebagai gelatinisasi. Selama pemanasan, granula pati membengkak, menyerap air, dan struktur kristalnya terganggu, diikuti oleh pelindian amilosa dan peningkatan viskositas hingga mencapai maksimum. Viskositas ini kemudian menurun saat granula pecah, dan saat didinginkan, viskositas kembali meningkat, membentuk gel melalui proses retrogradasi. Proses gelatinisasi dan retrogradasi inilah yang menjadi kunci untuk memprediksi sifat fungsional pati dalam makanan olahan.
Setelah pemanasan dan pendinginan, pati membentuk gel, dengan amilosa dan amilopektin yang berinteraksi membentuk jaringan molekuler. Amilosa cenderung berretrogradasi dalam hitungan menit hingga jam, yang penting untuk sifat seperti daya serap air dan daya cerna, sedangkan amilopektin membutuhkan waktu lebih lama (jam hingga hari). Kadar amilosa yang lebih tinggi cenderung menghasilkan gel yang lebih kaku, sedangkan pati waxy (hampir 100% amilopektin) membentuk gel yang lebih lunak. Dalam produk seperti nasi, amilosa berkontribusi pada tekstur dan tingkat kelengketan. Fenomena retrogradasi amilopektin diperkirakan menjadi penentu utama dalam proses staling pada produk roti dan kue.
Pati yang diekstrak secara global banyak digunakan baik untuk makanan maupun non-pangan; kira-kira 60% digunakan dalam makanan. Dalam makanan, pati berfungsi sebagai pengental, penstabil, dan pengganti lemak, digunakan dalam produk mulai dari saus, sup, produk roti, hingga makanan ringan. Pati termodifikasi, dengan sifat yang disesuaikan, sangat penting untuk memastikan kecocokan dengan berbagai proses manufaktur. Misalnya, pati modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) digunakan dalam mie dan roti karena stabilitas panasnya, sementara pati terasetilasi, dengan kelarutan tinggi, digunakan dalam permen dan formulasi pangan.
Dalam dunia pengolahan pangan modern, pati juga sering dimodifikasi untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu. Misalnya, pati termodifikasi banyak digunakan pada makanan instan agar tetap stabil meski disimpan lama. Selain itu, industri minuman dan camilan juga memanfaatkan pati untuk menjaga kekentalan dan kestabilan produk selama proses distribusi. Bayangkan saja tanpa pati, banyak makanan favorit kita seperti pudding, nugget, hingga es krim mungkin tidak akan terasa sama.
Jadi, pati merupakan bahan baku yang serbaguna dan penting untuk nutrisi manusia dan industri pangan, dengan fungsionalitas yang sangat tergantung pada struktur molekuler dan arsitektur granulanya. Dengan adanya pati kita dapat membuat berbagai inovasi pangan.
Referensi:
Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., & Tang, M. C. (2009). Form and Functionality of Starch. Food Hydrocolloids, 23(6), 1527–1534. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2008.09.016
Rahayu, R., Haryani, S., & Yuliani, S. (2023). Perbandingan Pati Modifikasi Heat Moisture Treatment, Asetilasi dan Kombinasi Ganda. JURNAL ILMIAH MAHASISWA PERTANIAN, 8(3), 394–401.
Suarti, B. (2024). Pati Modifikasi dan Aplikasinya. UMSU PRESS.
Penulis: Nadiyah Al Widad