TANGERANG – Gangguan kecemasan kini menjadi salah satu masalah kesehatan mental yang paling banyak dialami masyarakat Indonesia. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan mencatat, kasus gangguan kecemasan meningkat signifikan dalam lima tahun terakhir, terutama pasca-pandemi.
Psikolog klinis, dr. Maya Ardhani, M.Psi, menjelaskan bahwa gangguan kecemasan bukan sekadar rasa gugup biasa, melainkan kondisi yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang.
“Penderita gangguan kecemasan sering mengalami gejala seperti jantung berdebar, sulit tidur, sulit konsentrasi, bahkan serangan panik yang datang tiba-tiba. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa menurunkan kualitas hidup,” ujarnya, Kamis (25/9/25).
Faktor pemicu gangguan kecemasan beragam, mulai dari tekanan pekerjaan, masalah keluarga, hingga paparan media sosial yang berlebihan. Menariknya, kelompok usia produktif, terutama generasi muda, menjadi yang paling rentan mengalami kondisi ini.
Menurut dr. Maya, salah satu kunci penting dalam penanganan gangguan kecemasan adalah dukungan keluarga dan lingkungan terdekat.
“Seringkali penderita tidak berani terbuka karena takut dianggap lemah. Padahal, dengan mendengarkan dan memberi dukungan, keluarga bisa menjadi benteng pertama dalam proses pemulihan,” tambahnya.
Pemkot Tangerang sendiri telah membuka layanan konseling psikologi gratis di beberapa puskesmas, sebagai langkah nyata mendukung kesehatan mental warganya. Layanan ini mencakup konseling tatap muka hingga telekonseling yang bisa diakses melalui aplikasi resmi.
Gangguan kecemasan yang semakin meningkat menjadi pengingat bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kesadaran masyarakat untuk peduli dan saling mendukung diyakini akan menjadi kunci dalam menghadapi masalah ini.