Pendidikan

Tren Perundungan di Sekolah Meningkat, Kurikulum Budi Pekerti Belum Efektif

Jakarta – Kasus perundungan di sekolah-sekolah Indonesia menunjukkan tren yang semakin mengkhawatirkan. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 16.720 kasus pada 2023, dan per Februari 2025 jumlah korban meningkat menjadi 21.000 anak, baik dari perundungan fisik maupun psikis.

Psikolog anak, Kak Seto Mulyadi, menyoroti faktor yang memperparah masalah ini, termasuk minimnya pendidikan karakter yang mendalam di sekolah, rendahnya pengawasan terhadap perilaku siswa, serta kurangnya penegakan aturan dan sanksi tegas bagi pelaku. Bahkan, menurutnya, kadang orang tua ikut membiarkan perilaku perundungan berlangsung. “Lingkaran ini membuat korban merasa tidak terlindungi, sementara pelaku seolah tidak menghadapi konsekuensi,” ujarnya.

Berdasarkan data Komnas PA, perundungan fisik menjadi yang paling umum dengan persentase 55,5%, diikuti verbal 29,3%, dan psikologis/sosial 15,2%. Kasus ini tersebar di berbagai jenjang pendidikan, dengan SD (26%), SMP (25%), dan SMA (18,75%) sebagai yang tertinggi. Mayoritas pelaku dan korban adalah siswa laki-laki, dan sebagian besar terjadi di sekolah di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (80%), serta Kementerian Agama (20%).

Meski kurikulum budi pekerti memiliki potensi besar dalam membentuk karakter siswa, implementasinya untuk mencegah perundungan dinilai belum optimal. Pakar pendidikan menekankan perlunya pengawasan lebih ketat di sekolah, sosialisasi yang konsisten, serta penegakan aturan yang jelas agar korban mendapatkan perlindungan dan pelaku menghadapi konsekuensi nyata.

Komnas PA menegaskan bahwa peningkatan kesadaran dan kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat penting untuk memutus lingkaran perundungan ini, demi menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi seluruh anak.

Related Posts

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *