Hukum

Hakim Tolak Gugatan Ganti Rugi Korban, JPU Desak Pasal 98 KUHAP dalam Kasus Puji Wahyono dan Antonius

Serang – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Banten mendorong penerapan Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam dua perkara pidana penipuan dan penggelapan yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Serang. Langkah ini ditempuh agar korban dapat langsung menuntut ganti kerugian dalam sidang pidana tanpa perlu menempuh gugatan perdata terpisah.

Dua terdakwa yang disidangkan yakni Puji Wahyono dan Antonius, yang diduga merugikan korban hingga miliaran rupiah.

Perkara Terdakwa Puji Wahyono

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi menghadirkan terdakwa Puji Wahyono bin Sumardi yang didakwa melanggar Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP.

Kasus bermula pada 19 September 2024, ketika Puji menawarkan kerja sama bisnis kepada korban M berupa investasi packaging mesin industri dengan imbal hasil 15% dalam jangka waktu dua bulan. Kesepakatan itu dituangkan dalam surat perjanjian pinjaman modal kerja senilai Rp 2,2 miliar.

Tak lama kemudian, korban kembali menyerahkan tambahan dana Rp 2,3 miliar sehingga total investasi mencapai Rp 4,5 miliar. Namun, hingga jatuh tempo, modal maupun keuntungan tak pernah dikembalikan.

Sebagai ganti, Puji menyerahkan cek senilai Rp 2 miliar pada 10 Desember 2024. Saat dicairkan di Bank BCA Cilegon, cek tersebut ditolak karena saldo tidak mencukupi.

Puji berdalih pembayaran terhambat akibat pekerjaan PT HAKA STEVEDORE senilai Rp 1,5 miliar belum dibayar. Namun, belakangan terbukti dokumen yang ditunjukkan palsu. Pada 24 Februari 2025, Puji akhirnya mengakui tidak pernah ada pekerjaan dengan perusahaan tersebut. Kasus pun dilaporkan ke Polda Banten.

Dalam sidang, korban M mengajukan permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian berdasarkan Pasal 98 KUHAP. Akan tetapi, majelis hakim menolak dan meminta gugatan diajukan melalui jalur perdata.

Perkara Terdakwa Antonius

Perkara lain menjerat Antonius bin (Alm) Sabar Marpaung yang didakwa melanggar Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP.

Kasus bermula dari Musyawarah Unit Kerja (MUSNIK) PT AC bersama PUK SP KEP AC pada 12 Oktober 2022. Agenda itu seharusnya mencakup pembentukan pengurus baru sekaligus laporan pertanggungjawaban pengurus lama yang diketuai Antonius. Namun, ia tidak hadir dan tidak menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam AD/ART organisasi.

Investigasi internal kemudian menemukan adanya dugaan penggelapan dana melalui rekening Bank BNI atas nama PUK SP KEP AC. Audit eksternal memperkuat temuan kerugian organisasi sebesar Rp 2,1 miliar. Kasus pun dilaporkan ke Polda Banten.

Dalam persidangan, saksi korban juga mengajukan permohonan penggabungan gugatan ganti rugi. Sama seperti perkara Puji Wahyono, majelis hakim menolak permohonan tersebut.

Jalannya Persidangan

Kedua sidang digelar terbuka untuk umum dengan menjunjung asas peradilan yang adil, cepat, dan sederhana. Meski begitu, penolakan penggabungan gugatan ganti kerugian dinilai menjadi alasan kuat JPU mendorong penerapan Pasal 98 KUHAP agar hak-hak korban dapat lebih terlindungi.

Related Posts

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *